Cacing tanah adalah cacing berbentuk tabung dan tersegmentasi dalam filum Annelida dimana umumnya ditemukan hidup di tanah memakan bahan organik hidup dan mati. Sistem pencernaan berjalan melalui panjang tubuhnya. Cacing tanah melakukan respirasi melalui kulitnya. Sistem reproduksi cacing tanah bersifat hermaprodit atau memiliki alat kelamin jantan dan alat kelamin betina sekaligus, sehingga perkembangan cacing relatif cepat (rata-rata 2 kali lipat setiap bulannya). Siklus cacing tanah bisa hidup antara 1-5 tahun, namun rata-rata hidup selama 2 tahun dengan masa produktif/dewasa pada usia 2-12 bulan. Selain daun, cacing juga suka makan akar tanaman yang sudah membusuk dan cacing juga suka makan makhluk kecil, misalnya, nematoda, protozoa, rotifera, dan bakteri yang ada di dalam tanah serta suka makan jamur yang ada di dalam tanah.
Budidaya cacing tahah sebagaimana dituturkan oleh mitra usaha yaitu bapak Adam dari RAJ Organik Malang sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh beberapa pembudidaya sejak beberapa tahun lalu, akan tetapi saat ini budidaya cacing tanah semakin banyak peminatnya mengingat banyak manfaat yang ternyata dapat diperoleh dari budidaya cacing tanah tersebut. Cacing tanah yang umum dibudidayakan adalah ANC dan LR (Lumbricus Rubellus). Perkembangbiakan cacing yaitu dengan cara bertelur, setiap individu cacing dewasa mengeluarkan satu telur setiap bulannya dan satu telur cacing dapat berisi anakan cacing 2-14 ekor. Tubuh cacing juga mengandung antibiotik / antibakteri yang sangat baik sehingga kebal terhadap berbagai macam penyakit.
Pada saat melakukan budidaya perlu diperhatikan media yang digunakan, karena cacing sangat peka terhadap lingkungan tempat hidupnya. Cacing akan berkembang optimal pada suhu 22-28ºc dan kelembaban media 60–80%. Cacing dapat dikembangbiakkan di berbagai model tempat tergantung lokasi, misalnya dikembangkan dalam model rak kayu/bambu, rak terpal, rak beton, rak besi. Sementara untuk tempatnya bisa menggunakan kotak kayu, kotak palstik, keranjang buah, kotak dari bahan batako dan batu bata. Budidaya cacing juga bisa langsung dibuat diatas permukaan tanah tanpa alas, berupa gundukan tanah atau bahkan dengan tanah digali dengan kedalaman 20–30 cm dengan syarat tidak terjadi genangan air saat hujan.
Awal budidaya dilakukan dengan pengisian bibit sebanyak 2–3 kg/m². Hal yang unik daam budidaya cacing ini adalah pengadaan bibitnya hanya dilakukan satu kali saja pada saat tebar bibit pertama. Media sebagai tempat hidup cacing disarankan memiliki ketebalan awal 5 cm dimana selanjutnya akan semakin menebal mengikuti proses pemberian pakan. Cacing juga suka tempat yang terhindar dari sinar matahari langsung, maka sebaiknya bagian atas area cacing tertutup dengan menggunakan genting, asbes gelombang, terpal, paranet atau bahan yang lainnya. Perkembangan cacing juga tidak terpengaruh dengan adanya getaran dan suara.
Media untuk hidup cacing dapat dikatakan sangat mudah untuk didapatkan, karena hampir semua bahan organik bisa berfungsi sebagai media sekaligus pakan cacing. Media yang umum digunakan dalam budidaya cacing seperti : baglog jamur afkir, kotoran hewan, cacahan debog pisang, serbuk kayu, jerami padi, blotong tebu, onggok aren, serabut kelapa, kompos daun dengan catatan media tersebut bersifat gembur, lembab agar cacing bisa tumbuh optimal dan merangsang cacing untuk terus bergerak khususnya untuk kegiatan makan, kawin maupun pindah tempat. Kelembaban media perlu dijaga dengan melakukan penyiraman setiap hari atau sesuai kondisi. Apabila media kering cacing akan mengalami dehidrasi, sedangkan jika terlalu basah cacing menjadi pucat.
Pergantian media untuk sistem rak/kotak dilakukan 2 minggu sekali sebanyak 50% dari media yang ada, sedangkan sistem permukaan tanah pergantian media dilakukan saat ketebalan sudah mencapai 40 cm. Pakan tambahan yang umum diberikan antara lain : sisa nasi, limbah dapur, limbah sayur dan buah, limbah ikan dan daging, limbah roti, ampas tahu, ampas kelapa, ampas singkong dll. Pakan tambahan diberikan sebanyak lebih kurang 5-10% bobot cacing atau takaran dua hari habis. Pemberian pakan bisa diberikan secara langsung akan tetapi lebih baik dicacah terlebih dahulu atau difermentasi 2-3 hari dengan cara dipendam dalam media.
Hama cacing dapat dibagi menjadi dua yaitu competitor dan predator. Hama competitor antara lain : semut, kutu tanah, rayap, orong-orong, belatung. Hama predator antara lain : tikus, kadal, kodok, ayam, bebek, burung. Pencagahan hama kompetitor bisa dilakukan dengan semprot air, obat serangga, pemberian air pada kaki rak, pergantian media secara teratur. Pencagahan hama predator bisa menggunakan racun tikus, perangkap, pemberian pembatas. Pada intinya cara pengendalian hama terbaik adalah dengan menjaga kebersihan lingkungan dan pola pemberian pakan yang tepat.
Masa panen pertama dapat dilakukan setelah 40-60 hari tebar indukan, dengan cara mengambil cacing besar dan meninggalkan cacing kecil/cacing remaja. Posisi cacing dewasa sebagian besar diarea pinggir, sehingga saat panen cukup diambil bagian pinggir saja. Disarankan untuk panen dilakukan secara rutin dan terjadwal sehingga regenerasi cacing terjaga.