Singkong adalah salah satu komoditas pertanian Indonesia yang cukup melimpah. Tanaman ini banyak tersebar hampir di seluruh Indonesia dan tumbuh dengan subur karena iklim dan lahan di Indonesia sangat cocok untuk tanaman singkong. Varietas singkong di Indonesia cukup banyak dengan kualitas yang cukup baik dan tingkat produksinya juga tinggi. Saat ini, teknologi pengolahan singkong sudah mulai berkembang sehingga dihasilkan produk-produk yang bernilai ekonomis tinggi diantaranya adalah; tepung tapioka, tepung mocaf, nata de cassava, bioetanol, aneka makanan camilan, gula cair, dan lain-lain. Meningkatnya industri berbasis singkong, menuntut kita untuk meningkatkan produksi sinkong. Indonesia memiliki lahan yang masih cukup luas untuk mengembangkan pertanian singkong terutama di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Jawa, Maluku, dll. Selain itu, jumlah SDM di Indonesia juga masih melimpah sehingga perlu dioptimalkan. Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis yang perlu mendapatkan perhatian secara serius oleh semua kalangan untuk memacu industri nasional dan GNP nasional.
Salah satu industri berbasis singkong yang memiliki prospek cukup bagus adalah industri gula cair. Produk gula cair berbahan baku singkong memiliki kualitas yang cukup baik sehingga mampu menyubstitusi penggunaan gula pasir pada berbagai industri makanan atau minuman, dan konsumen rumah tangga. Kelebihan gula cair diantaranya tidak mengkristal yaitu berbentuk cair sehingga penggunaannya tidak perlu dilarutkan terlebih dahulu. Beberapa industri yang menggunakan gula pasir perlu melarutkan terlebih dahulu sehingga memakan waktu dan tenaga yang merupakan biaya produksi yang perlu dipertimbangkan
Gula cair memiliki prospek pasar yang cukup potensial baik pasar lokal maupun luar negeri. Oleh karena itu, bisnis pembuatan gula cair merupakan alternatif bisnis yang cukup menjajikan. Usaha ini dapat dikerjakan dalam skala home industri dengan investasi kecil, teknologi yang sederhana, bahan bahan yang cukup melimpah, harga terjangkau, serta ketersediaanya dapat kontinue. Selain menggunakan singkong, gula cair juga dapat diproduksi dengan menggunakan bahan baku seperti pati jagung, sagu, ubi jalar, dan aneka umbi-umbian yang memiliki kandungan pati tinggi.
Proses pembuatan gula cair berbahan baku singkong dapat dilakukan melalui dua tahap utama yaitu likuifikasi dan sakarifikasi. Proses lukuifikasi dan sakarifikasi untuk mendapatkan glukosa dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu secara asam dan secara enzimatis. Hidrolisis secara enzimatis dapat menghasilkan derajat konversi pati menjadi glukosa lebih tinggi dibandingkan dengan hidrolisa secara asam, dan dapat mencegah terjadinya kehilangan flavour (aroma). Untuk menghasilkan sirup glukosa dengan mutu yang baik maka dilakukan proses pemucatan, penyaringan dan penguapan.
Proses luquifikasi adalah proses perubahan pati dari kental menjadi encer. Campuran pati dan air (suspense pati) yang dipanaskan sampai mendidih akan berubah bentuk menjadi kental yang disebut tergelatinisasi. Setelah ditambahkan enzim, suspensi tersebut menjadi encer. Pembuatan suspense pati dilakukan dengan menggunakan tangki atau panci sembari dilakukan pengadukan. Untuk membuat suspensi gelatin adalah dengan mencampurkan bahan baku singkong yang telah diparut atau menggunakan tepung singkong dilarutkan dengan air dengan komposisi: 50 kg bahan baku dan 150 liter air kemudian diaduk hingga rata.
Setelah itu, ke dalam tangki tersebut dimasukan enzim alfa-amilase dengan aturan pakai 1 ml untuk 1 kg pati. Jadi untuk 50 kg padi ditambahkan 50 ml enzim alfa-amilase. Enzim tersebut berfungsi untuk menghidrolisis pati sehingga pati yang kental karena panas (proses gelatinisasi) akan menjadi cair. Derajad keasaman (pH) suspensi diatur hingga antara pH 6.2 - 6.4 dengan penambahan kapur tohor. Pemasakan suspensi pati dilakukan sampai mendidih yaitu pada suhu 105 C. Pada proses pemasakan akan terjadi proses dekstrinasi (proses menjadi dekstrin).
Proses selanjutnya adalah sakarifikasi yaitu proses perubahan dekstrin menjadi gula. Pati telah terpecah menjadi desktrin selanjutnya didinginkan manjadi 60 -64 C. Larutan pati selanjutnya disaring terlebih dahulu, kemudian cairan tersebut dimasukan ke dalam tangki sakarifikasi dengan penambahan enzim amiloglukosidase dengan aturan pakai 1 ml / kg pati. Enzim ini berfungsi untuk memecah rantai desktrin menjadi glukosa. Selama proses berlangsung dilakukan pengadukan untuk mencampur enzim dengan sempurna. Proses sakarifikasi membutuhkan waktu maksimal 76 jam. Proses sakarifikasi dinyatakan telah optimal jika telah kadar gula 30-35 Brix. Semakin rendah kandungan glukosa , semakin tinggi kandungan dekstrin dan maltosannya.
Langkah selanjutnya adalah dilakukan proses pemucatan bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan warna yang tidak dikehendaki atau untuk penjernihan yaitu dengan memberi arang aktif. Arang aktif memiliki kemampuan adhesi atau penyerapan sangat kuat sehingga dapat mengikat, menggumpalkan dan mengendapkan komponen anorganik atau organik untuk membebaskan sirup dari kotoran yang tak diinginkan. Suhu selama pemucatan diatur 80 oC.
Kemudian dilakukan penyaringan berguna untuk memisahkan arang aktif dan komponen yang melekat pada cairan sirup. Penyaringan diharapkan dapat menahan partikel kotoran yang telah digumpalkan sebelumnya oleh arang aktif sehingga cairan yang dihasilkan berwarna kuning muda bening. Hasil penyaringan tersebut, kemudian diuapkan. Proses penguapan dilakukan dengan menggunakan alat penggorengan yang besar. Penguapan dengan cara ini akan menghasilkan gula yang berwarna kuning kecoklatan. Proses penguapan dilakukan pada suhu 70 oC, sehingga dihasilkan gula yang berwarna jernih kekuningan. Penguapan bertujuan untuk memekatkan glukosa dari 30-35 brix menjadi 43-80 brix.
Setelah dihasilkan gula cair yang siap dikonsumsi, kemudian gula cair dikemas dapat menggunakan botol plastik. Gula cair yang telah dikemas tersebut siap dipasarkan. Selama proses penyimpanan dapat dilakukan pada suhu kamar 28-35 oC, dimana suhu tersebut kristalkisasi dekstrosa yang terkandung di dalamnya dapat dicegah. Pada suhu yang lebih rendah ≤ 21 oC dekstrosa akan terkristalisasi sehingga dapat menurunkan mutu dan dapat menimbulkan kesulitan dalam penanganannya. Sebaliknya suhu penyimpanan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan timbulnya perubahan warna pada produk, terutama jika disimpan pada periode cukup lama. Pada kemasan berikan label untuk memberikan daya tarik yang disertai dengan nomor sertifikasi P-IRT untuk skala home industri dari Dinkes. Sertifikasi P-IRT dapat diperoleh dengan mengajukan kepada Dinas Kesehatan di masing-masing kabupaten. Setelah mendapatkan penyuluhan tentang teknik-teknik produksi yang aman, maka akan mendapat sertifikasi tersebut dan nomor sertifikasi tersebut dapat dicantumkan pada produk. Setelah itu produk siap dipasarkan ke industri-industri atau ke supermarket dan toko-toko